AYO APRESIASI FILM INDONESIA
[Selamat Hari Film Nasional]
Perfilman
Indonesia memang sudah berkembang sejak zaman dahulu kala, terutama sejak
diperingatinya Hari Fim Nasional pada 30 Maret 1950. Dimana kejadian tersebut
ditandai dengan perjalanan sejarah film Indonesia yang berjudul ‘Darah dan Doa’
serta disutradarai oleh Usmar Ismail. Film tersebut adalah sebuah karya terbaik
anak bangsa yang sengaja diproduksi oleh perusahaan milik orang indonesia yakni
Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini).
Selamat Hari Film Nasional |
Seiring
perkembangannya kita tahu bahwa film adalah tontonan serta hiburan semata yang
mana memiliki peran dan kekuatan yang sangat luar biasa. Kekuatan itu diyakini
mampu mempengaruhi cara pandang orang yang menontonnya. Suatu bangsa diyakini
akan maju jika apa yang ditontonnya adalah cerminan budaya yang baik untuk
perkembangan diri, masa depan dan hidupnya.
Film |
Bangsa
Indonesia tidak dilihat dari segi bagaimana mereka mampu menghasilkan kekayaan
tetapi bagaiman proses pencapaian yang telah dilaluinya. Bila dihubungkan
dengan kondisi perfilman Indonesia mungkin jawabannya sangat singkat, adalah
bagaimana Indonesia mampu memproduksi sebuah film yang memilki bobot serta
eksistensi yang baik.
Apa
yang dihasilkan bangsa Indonesia saat ini melalui produksi filmnya merupakan
bentuk cerminan budaya Indonesia itu sendiri. Nyatanya ditengah upaya jerih
payah bangsa Indonesia untuk memberikan penghargaan pada karya anak bangsa
tetap saja film-film asing yang beredar seolah membanjiri di sekitarnya.
Kondisinya tidak meyaknikan, karena kelihatannya tetaplah bahwa film Indonesia
menjadi tamu di dalam rumahnya sendiri, tidak seperti film-film asing yang
singgah lalu berkembang di negara orang lain.
Clapper Papan |
Kesadaran
dan eksistensi mengenai penilaian sebuah film menjadi alasan bagi
pengkonsumsinya, tak jarang bahkan masyarakat Indonesia sendiri memberikan
rating buruk terhadap karya saudaranya hanya karena ingin dianggap keren karena
menonton film-fim asing. Sebagian berpendapat bahwa film Indonesia tidak
memiliki ketertarikan sedikit pun. Bahkan mereka tak tahu upaya dan jerih payah
produksi film Indonesia sudah menelan miliyaran rupiah namun penjualannya tidak
semudah film-film asing dikarenakan apresiasi yang tidak diterima dari
masyarakat Indonesia itu sendiri.
Menakjubkan.
Sebuah kata yang tergambar di benak para produksi film modern ini. Seberapa
besar pun upaya yang mereka persembahkan tentu tidak akan memberikan efek
apa-apa jika apresiasi dari bangsanya sendiri tidak terlihat. Kita sadar bahwa
keterpurukan film Indonesia belakangan ini membutuhkan dukungan dari orang-orang
di sekitarnya, karena apa? Karena 60% kuota pemutaran film Indonesia menurut
undang-undang sudah cukup jelas untuk menggambarkan pemihakan yang seharusnya.
Camera Shooting |
Berbagai
permasalah lainnya tentu menjadi penghambat yang menjadikan kondisi perfilman
Indonesia belakangan ini. Seperti keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dan
banyak lagi lainnya, sistem distribusi dan produksi adalah poin penting yang
harus tetap dibenahi. Begitu pun dengan alur cerita yang disampaikan lewat film
yang ditayangkan. Sebagaimana seharusnya bahwa masyarakat Indonesia berhak
menerima informasi yang baik, tontonan yang berbobot dan dapat menjadikan
pandangan yang baik kedepannya, apalagi jika hal-hal tersebut dapat merubah
pola pikir penontonnya.
Perfilman Indonesia |
Bukankah
masa depan Indonesia juga bersebab atas dasar apa yang ditontonnya, baik itu
lewat bioskop maupun televisi. Kesadaran serta apresiasi adalah hal yang paling
penting diringi dengan cara-cara baru dalam mengeksplor perfiman Indonesia
lebih baik lagi kedepannya. Jangan biarkan film-film asing membanjiri Indonesia
sementara perfiman Indonesia tetap menjadi tamu di dalam rumahnya sendiri.
Apresiasilah karya anak bangsa lewat upaya yang ditunjukkannya.
Komentar
Posting Komentar