Harapan Besar Lewat Rinuak

Zakiyah Rizki Sihombing

Pasar Bawah, kota Bukit Tinggi, 12 November 2015 pukul 08.59 WIB. Jalanan di pasar buah tampak sedikit becek diakibatkan hujan yang turun malam tadi. Kendaraan berlalu lalang menelusuri jalan yang sebenarnya sudah terlihat sempit. Tak jarang pedagang dan pembeli akan dikejutkan dengan klakson yang menderu-deru setiba berada di tengah-tengah pasar.

Pagi itu sepertinya matahari menyembul lebih terang, memancarkan terik yang tidak seperti biasanya. Namun, hal itu tak menyurutkan semangat Arnelis. Perempuan paruh baya yang sudah 4 tahun ini berprofesi sebagai pedagang Rinuak di Pasar Bawah kota Bukit Tinggi. Rinuak adalah jenis ikan paling kecil yang hidup di danau Maninjau Kabupaten Agam Sumatera Barat, ukurannya hanya sebesar korek api dengan panjang sekitar 2 sentimeter.
Mak Arnelis dan Dagangannya

Setiap paginya, mulai dari pukul 06.30, Arnelis bersama suaminya Yetrizal akan bergegas dari kampungnya di Lubuk menuju Danau Maninjau untuk membeli Rinuak dan kemudian akan dijual di Pasar Bawah kota Bukit Tinggi. Waktu yang dibutuhkan dari Lubuk ke Danau Maninjau hanyalah setengah jam namun untuk menjajarkan rinuak di Pasar Bawah akan memakan waktu sekitar 1 setengah jam dengan menggunakan sepeda motor.

Lelah perjalanan jauh yang ditempuh Arnelis bersama suaminya setiap hari memang tak ada habisnya, ditambah laki Arnelis harus berjualan sampai dengan pukul 6 sore hari. Keuntungan yang tak seberapa itu Ia kumpulkan mengingat impian anak bungsunya yang ingin melanjutkan studi ke kota metropolitan.

“Ke-lima anak Mak, tak ada yang kuliah. Inilah Mak mati-matian jual rinuak biar si Lila, anak ke-enam Mak bisa kuliah di Jakarta” ujarnya seraya sembunyi-sembunyi menghapus air yang keluar dari sudut matanya.

Meskipun Arnelis tak mengenal bangku sekolah, Ia ingin salah satu anaknya bisa menggapai mimpi dan cita-cita agar kelak hidup bahagia. Lila yang kini sedang duduk di bangku SMA adalah harapan satu-satunya untuk menjadi kebanggaan keluarga sebab ke-lima kakak Lila tak ada satu pun yang memperoleh pendidikan di bangku kuliah.

Proses Tawar-menawar antara pembeli dan Mak Arnelis

Penghasilan yang hanya sekitar Rp. 100.000 per hari itu tentu tak cukup menutupi kehidupan sehari-hari, apalagi menabung untuk biaya Lila kelak. Belum lagi Ia harus mengeluarkan kocek Rp. 10.000 setiap harinya untuk biaya menumpang lapak berjualan di depan sang pedagang ayam potong. 

“Kalau pedagang lain hanya dikenakan biaya Rp. 2.500 , tapi karena Mak menumpang di lapak mereka jadi bayar Rp. 10.000” katanya sambil menoleh ke pedagang ayam potong.

Penurunan harga rinuak yang awalnya Rp. 40.000 kini hanya bernilai Rp. 30.000 membuat Ia semakin khawatir. Sebab demikian, Arnelis berinisiatif membuka lapak di tempat lain yang dipegang oleh suaminya untuk mendapatkan penghasilan yang lebih banyak lagi. 

“Mak takut cita-cita Lila tidak tercapai, apalagi sekarang dia sudah kelas 3 sementara tabungan Mak belum seberapa”
Rinuak

Beberapa pengunjung berlalu-lalang, deru klakson dan riuh suara dengan logat minang semakin ramai memenuhi pasar. Sesekali ada yang berhenti di depan jajakan dagangan Arnelis, menawar namun kemudian pergi dan tak jadi membeli. Ada kekecewaan yang menyemburat di wajah perempuan berusia 56 tahun itu, tapi senyum itu akan sedikit menarik bibirnya tatkala ada pembeli walaupun hanya membeli setengah kilogram saja.

Rinuak adalah harapan besar bagi Arnelis untuk Lila, sang bungsu yang kelak menjadi kebanggannya.



Bukit Tinggi. 12 November 2015, 15:41

Di tengah jeritan Dijong yang membuat penulis bertambah gelisah khawatir

*ckckckck



Komentar

Postingan Populer