JANGAN KE SIBAYAK

"Naik-naik ke puncak gunung ,,,tinggi-tinggi sekali"

ingat :JANGAN KE SIBAYAK, NANTI KAMU KETAGIHAN !!!!


Foto ini diabadikan oleh kalit kece PIJAR, kereeen beud




Naik gunung. Yah Pijar sudah merencanakan naik gunung dari beberapa tahun lalu tapi selalu saja gagal,gagal dan gagal dan pada akhirnya selalu pakai plan B (manggang-manggang). Manggang apa? Yang pasti bukan manggang sampah lah.

Tapi kali ini, dengan diketuai oleh Alfi dkk, naik gunung itu terwujudkan, yeay. Kalau aku sendiri gak pernah sih ngebayangi gimana asyiknya naik gunung, gimana pengennya naik gunung. Ya biasa aja, diajak ya….ayoooook. Tapi awalnya sih aku mikir, apa kuat punggung ini, soalnya baru rontgen kemarin dan sakitnya masih belum pulih. Dan juga kepikiran sama kaki yang baru operasi, takutnya disana malah nyusahin orang.

Tepat di hari H, tanggal 18 April 2015. Aku malah uring-uringan antara ikut dan tidak. Ngadu ke Ummi dan Baba, tapi mereka hanya pesan “Kalau mau pergi ya sudah, asalkan ingat sama punggung dan kaki, jangan nyusahin orang disana” , ya sudah dapat izin. Tapi kok jadi malesan…!!!! 

Kemalesan itu dimulai perkara handphone yang pagi-pagi udah manja pengen diservice, waktu mau dipake eh gak bisa connect ke internet. Kalau dikira paket habis, masa iya? Perasaan baru ngisi tanggal 13 kemarin. Tetiba di tathering sama punya temen, eh dia bisa. Mulai deh mikir suudzon “dasar sial nih paket baru diisi udah habis “ , jadilah,,mau gak mau aku isi paket lagi (dalam hati mikir, yaampun uang tinggal segini ckckk) . Udah beli paket, teteeeeeup gak bisa, dan kegalauan itu dimulaaaai.
Mau gak mau gerak juga ke tempat service sm***f*** nya, si abang-abang yang ngelayani bilang “mbak, handphonenya ditinggal ya, seminggu lagi siap.” Apaaaa? Aku mau pigi Bang, acemnya abang ni (mulai keluar bataknya, tapi yang tadi ngomong di dalam hati doang kok). “Kalau gitu senin aja ya Bang saya antar, soalnya saya mau pergi”, gak lama si abang pun berpikir sambil menghayati mukaku yang tembem kali yaaak haghaghag “Oh gitu, yaudah tunggu sebentar ya tapi kalau datanya hilang gak apa kan Mbak?” . Aku segera mengiyakan, setelah itu aku tersadar, apaa? Hilang? Yaaaaah, jadi ngedumel dalam hati “terus percakapan dengan doi gimana, aku kan suka lupa” (lebay ko ki, lebay).

Loh, tadi kan mau cerita naik gunung, kok malah cerita itu sih aghhh.

Oke, singkat cerita. Sampailah kami di terminal bus yang menuju kota Berastagi. Beberapa lama menunggu, bus yang datang penuh semua. Alhasil kami pisah bus, sebagian di bus ini, yang itu dan yang lainnya lagi.

Di perjalanan, aku merasa jadi tambah tua, sebab kebetulan aku pergi sama rombongan junior yang unyu-unyu (huek). Merasa males ngomong, akhirnya aku ngeliatin jendela (jadi pakai gaya foto alay-alay merenung kayak di tv-tv gitu hahaha), tiba-tiba keinget doi, apa? Doi? Siapa Zek? Sok punya doi ko yaah…btw, dia kemana ya, lagi apa, sama siapa, kaaaan mulai lagi alaynya -_-


Sampailah di persimpangan (Ntah apa nama simpangnya, yang pasti ada tugu dan SPBUnya) kami memutuskan naiki angkot untuk mendekati persimpangan jalan pendakian. Jalan malam yang kami lalui sedikit menakutkan sebab gelapnya mencekam dan tiba-tiba angkot yang kami tumpangi mogok beberapa kali akibat tak kuat menahan berat. Beberapa di antara kami bergantian untuk turun, mendorong angkot. Kakiku jelas mulai kelelahan, sebab harus menjalani tanjakan yang lumayan jauh, sementara selama ini aku termasuk tak pernah berolahraga (ini kebiasaan buruk yang tidak boleh ditiru ya).
Berselang kurang dari satu jam kami sampai di tempat yang dimana kami harus memulai jalan kaki untuk melakukan pendakian. Sebelumnya kami makan untuk mengumpulkan tenaga selama mendaki.

Perjalanan itu dimulai !!!!

Belum lama mendaki, punggungku mulai sakit. Tas dengan beban yang sangat banyak itu menambah ngilu di punggunggku, aku angkat tangan mengaku tak sanggup. Menyerah untuk sementara agar kami beristirahat, tetapi ada teman baru kami (temen diluar rombongan) yang berniat membawakan tasku, padahal aku tahu tasnya juga berat. Dengan berat hati aku memberikannya, seraya berdoa agar dia diberikan kemudahan karena telah menolongku. Terima kasih ya…

Untungnya, tak lama setelah itu aku merasa sedikit bertenaga akibat coklat dari puput yang kumakan, makasih ya Putem ckck. Kemudian karena merasa baikan, aku meminta tasku padanya, tak lupa berterima kasih karena telah menolongku.

Di tengah terjalnya tanjakan, beberapa kelompok juga berlewatan dan selalu mengucap salam ramah kepada kami. Bahkan anehnya, ada yang sanggup mengendarai mobil dan sepeda motor dengan jalan yang seperti itu, aku bahkan tak tau bagaimana nasib kendaraan mereka esok hari. Mau tak mau kami harus meminggir ketika mereka lewat mendahului kami.
Sepanjang perjalanan, aku menggenggam tangan Puput. Menunmpukan kekuatanku pada kaki yang juga sudah mulai melemah dan tangan Puput sebagai pertolongan agar aku tak tertinggal ckckc, lagi-lagi makasih ya Put karena sudah menjadi gandenganku sepanjang perjalanan pergi.

Yang paling kuingat dari perjalanan itu adalah ketika Rere (salah satu anggota magang di PIJAR) yang memiliki tubuh seksi alias gede-gede buncit kelelahan dan beberapa kali harus berhenti karena tak kuat. Kalau kami pada kedinginan, dia malah berkeringat. Sampai-sampai Kak Puput (Pimum Pijar) bilang ke Rere “kalau Rere bisa sampai puncak Sibayak hari ini, Rere pasti lulus juga di PIJAR” sebagai penyemangat dirinya untuk terus menelusuri jalan yang gulita dan penuh tantangan. Akhirnya dia pun semangat kembali, entah karena janji yang diucapkan Kak Puput atau karena alasan lain.


Selamat datang di gunung Sibayak !! Aku melihat baliho tersebut di pinggir jalan, di sekelilingnya terlihat banyak warung, toilet dan beberapa kursi kayu yang tersusun. Orang-orang juga ramai beristirahat, sepeda motor berjejeran. Karena untuk menaki puncak teratas hanya bisa dilewati dengan jalan kaki. 

Kami berjalan kearah kiri, menaiki anak tangga buatan yang licin. Tak lupa untuk menghidupkan senter karena itu sudah hampir mendekati tengah malam, jam 23-00. Malam semakin gelap, jalanan becek akibat hujan ketika siang sebelumnya lumayan deras. Tak hanya itu, jalanan yang sedikit sempit juga menjadi penghalang buat kami jalan beriringan. 
Ada yang ketika pergi memakai sepatu baru, maka habislah warnanya menjadi kecoklatan, bahkan beceknya tanah yang kami lalui juga masuk ke dalam kaus kaki. Amazing!!!

Sebentar-sebentar kami duduk untuk menghilangkan lelah, duduk dimana? Yah di becek-becek itu lah (kalau bahasa Medannya, “bante situ”). Seraya duduk menunggu pasukannya yang masih tertinggal di belakang, kasiannya ada junior yang ketika itu kakinya kram jadi mau gak mau kami harus menunggu hehehe. Gapapa sih kalau gak gitu mungkin aku gak bakal duduk lama.

Yang paling kami nikmati ketika menunggu adalah kami bisa menikmati langit yang indah dipenuhi bintang, tak perduli betapa lelahnya kaki melangkah menuju puncak gunung, baju, celana, sepatu yang dipenuhi becek-becekan, tapi yang penting kami bisa menikmati indahnya langit malam itu.

Harumnya pegunungan mulai terasa, tapi rasanya tak kunjung sampai meski puncak sudah di depan mata. Tenda-tenda mulai banyak terlihat sudah terpasang di pinggiran kaki gunung, kebanyakan penghuninya seperti sudah tidur. Sementara kami hampir baru mau sampai.

Dinginnya malam itu semakin menjadi ketika kami sampai di atas gunung. Aku yang sudah kelelahan, serta kaki yang naik betis dan punggung yang ngilu memilih untuk rebahan di atas batu-batu yang tajam. Karena mudah sekali ketika itu aku terlelap, sampai-sampai aku lupa bagaimana sakitnya batu menyucuk badanku serta dingin yang semakin menjadi-jadi waktu itu. Maafkan aku temaaaans, karena gak ikut membangun tenda malam itu, sekali lagi maaf.
Tenda minim, jadi di dalam satu tenda ada kira-kira 10 orang. Bagaimana sempitnya? Yah begitulah, yang pasti udah meluruskan badan saja terasa sulit ckck. Untung pertama kalinya pula aku tidur bareng anak-anak PIJAR. Malam yang panjaaaaaang……

Fajar tiba, seluruh crew memutuskan bangkit dari tidur untuk melihat sunrise. Aku pun bergegas dengan jaket tebalku serta sepatuku yang masih dipenuhi lumpur. Tapi setiba beberapa detik di luar tenda, kakiku seperti kaku, badanku menggigil seperti tak kuat melangkah. Ingin kulanjutkan saja perjalanan pagi itu, karena sejujurnya aku tak pernah melihat sunrise. Tapi apalah daya, sebab jalan menuju puncak paling tinggi masih jauh. Yah, mau gak mau aku kembali ke tenda, biarlah tak melihat sunrise bareng anak PIJAR hari ini, mungkin beberapa tahun yang akan datang aku bisa melihat sunrise bersamamu *eaaak

Cuacanya sekitar gunung semakin terlihat indah ketika matahari mulai menampakkan wujudnya dari ufuk timur. Aku tak berpikir panjang untuk segera mungkin keluar dari tenda, mengabadikan moment indah yang baru pertama kali kusaksikan langsung.

Ketika sepanjang perjalanan semalam, aku selalu meronta di dalam hati “sumpah, aku gak mau lagi naik gunung” gerutuku. Tapi, ketika melihat pemandangan pagi itu, ah rasanya...tak ada yang mengalahkan indahnya.

“Naik gunung itu sama kayak ngedapetin hati kamu, susah di jalan tapi indah diakhir”

“Kata-kata siapa itu? “ komentar seseorang.

“Itu salah, buktinya sekarang aku belum juga ngedapatin hati kamu” 

Hahaha, jawabannya kamu perlu usaha ekstra buat buka mata. Apakah dia sebenarnya pemandangan indah yang harus kamu tempuh, atau kamu salah jalan?

Pokoknya nggak ada yang mengalahkan indahnya, mudah-mudahan aja suatu saat aku dapat menyaksikan pemandangan indah lainnya bersama kamu, calon menantu umikkku *loh

Perjalanan ini begitu mengasyikkan, diiringi tawa kami bersama, diiringi lelah kami bersama, diiringi sayang kami bersama. Seperti lagu Rere..



Satu-satu kami sayang PIJAR

Dua-dua juga sayang PIJAR

Tiga-tiga sayang PIJAR lagi

Satu-dua-tiga sayang PERSMA PIJAR….




Sayangnya, pagi itu juga kami harus pulang ke Medan. Karena besoknya masih ada yang harus kuliah (ginilah anak kuliahan ckck). Sebelum meninggalkan gunung, kami mengutip sampah-sampah area pegunungan agar gunung tetap bersih dan terjaga meski ramai pengunjungnya. *Cie anak baik

Mari pulang…marilah pulang…marilah pulang bersama-sama…

Mari pulang…marilah pulang…marilah pulang bersama-sama…

Ini aku pake gaya sok paten hahaha

Terima kasih buat seluruh crew awak PIJAR, awak USU Channel, awak P2KM yang udah kasi warna dalam cerita pertamaku naik gunung. 

Special thanks buat Puput atas gandengannya, buat Kak Pimum buat sleeping bed-nya, buat abang-abang yang bawain tasku sementara, buat temen-temen seangkatanku, buat adik-adik junior ilmu komunikasiku terima kasih yaaaa...



Sampai disini dulu ya cerita tentang gunungnya, buat kamu yang belum pernah ke Sibayak kamu wajib kesini. Gak akan ada kata menyesal deh..kalau kata-kata aku yang bilang betapa lelahnya jalan menuju gunung, ya abaikan saja, sebab itu akan terbayar ketika kamu menikmati indahnya, harumnya. Aku yakin kamu bakal rindu buat ke Sibayak lagi…

See you, salam kenal dari anak Medan yang baru pertama kali naik gunung. *Zakiyah Rizki Sihombing (AtuAlaa)

Buat yang gak tau, gunung Sibayak itu ada di kota Berstagi, Sumatera Utara. 


NB : Foto diambil oleh fotografer kece seperti : Alfi, Mitra, Wawan, Kak Puput dan Zakiyah Kece tentunya ...

Akun Fbku, buat yang mau nanya wkwk https://www.facebook.com/zakiyah.atuala

Sekali lagi, JANGAN KE SIBAYAK, NANTI KAMU KETAGIHAN !!!

Tags : Meutia Rachmi, Bagus Prakasa, Fathia Akhira, Kak Nurfitriyani, Mhd. Kurniawan, Alfi Rahmat Faisal, Ditha, Yohana, Atika Putri, Laura, Oliviardy Reviansyah, Muhammad Haris Nst, Rizka Aulia Maghfira, Lucky Andriansyah, Puspita Oktarinda, Ade Purna Puspita, Nurmala Sari, Hendro Joko Pryono, Sylka Amira, Chikita Putriliana, Sofyan, Mitra Rizki.

Tags : Sumut , Medan, Berastagi, Pijar, P2KM, Usuchannel, Zakiyah, AtuAlaa, April, Sibayak, Gunung


Komentar

  1. Pastinya ketagihan 😊☺😉

    BalasHapus
  2. Aseek. keren tulisan dan gambarnya. *karena ada foto terselip di blog kk. hahaha

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer