PILKADA LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG


      Fenomena perpolitikan di Indonesia semakin hari terlihat tidak sehat, terdapat kejanggalan dalam proses demokrasinya. Dapat kita lihat bahwa banyak orang yang “kemaruk jabatan” sehingga dapat membutakan matanya untuk dapat membedakan mana yang baik dan tidak, mana yang harus dilakukan seorang dewan dan mana yang tidak. Padahal dalam kenyataan yang kita terima jika berkaitan dengan pilkada baik langsung ataupun tidak langsung rakyat menginginkan pemimpin yang dapat melakukan perubahan serta perbaikan karena sebenarnya itulah yang sebenarnya dirindukan oleh rakyat Indonesia.

      Dewan yang terpilih bukan bekerja dalam masa yang singkat, apabila dewan-dewan yan terpilih tersebut selama lima tahun tidak dapat bekerja dengan baik untuk Negara serta tidak dapat melakukan perubahan maka sama dengan Indonesia ini dibangun oleh jiwa-jiwa yang bernilai nol.

      Uang. Era sekarang segala sesuatunya hampir dinilai dengan uang, uang dan uang. Manusia telah dibutakan dengan yang namanya uang, menggunakan uang sebagai alat untuk pemenuhan kepuasan dan kepentingan individual untuk mendapatkan uang yang lebih banyak lagi. 

      Oleh karena itu untuk mengatasi kesenjangan yang telah menjadi-jadi perlu lah kita menjadi selektif dalam memilih dan mengenal lebih dekat profil kandidat. Meskipun pada akhirnya kita tidak mengetahui apakah kedepannya akan dipakai sistem pilkada langsung atau berubah menjadi pilkada tidak langsung, berikut saya paparkan secara singkat mengenai pilkada langsung dan tidak langsung sebagai refereni pemahaman saya dan sebagai bagian dari tugas mata kuliah Sosiologi Komunikasi.


      Pilkada langsung yang merupakan bagian dari pengimplementasian demokrasi adalah pilkada yang dilakukan secara langsung oleh rakyat. Yaitu dimana masyarakta turut berperan aktif dalam melakukan pemilihan, baik itu pemilihan bupati/ walikota. Gubernur maupun presiden, yang mana dahulunya pemilihan ini dilakukan secara tidak langsung oleh DPRD. Pilkada langsung ini berlaku semenjak Juni 2005 dimana pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung diatur dalam UU no.32/2004 tentang Pemerintah Daerah tentang Tata cara pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

      Semenjak diadakannya pilkada langsung maka dimulailah sistem dalam sejarah dinamika lokalisme politik di Indonesia. Pemilihan kepala daerah menunjukkan orientasi yang jelas yaitu terlihat kejelasannya penempatan posisi yang mana dilakukan oleh rakyat itu sendiri tanpa campur tangan orang-orang yang berkepentingan di dalamnya.

      Rakyat yang mau sukarela dalam melakukan aktifitas pilkada menjadi nilai positif tersendiri bagi yang melihatnya, meskipun tidak terlepas dari kemungkinan bahwa masih ada rakyat Indonesia yang belum sadar akan pentingnya memilih dan belum menyadari bahwa dirinya memiliki hak sebagai voter.

      Pilkada langsung melibatkan tiga bagian di dalamnya yaitu rakyat, partai politik dan calon kepala daerahnya. Dalam hal ini, dengan diadakannya pilkada langung rakyat dapat memilih berdasarkan keinginannya untuk mendapatkan nilai keadilan, kejujuran dan keterbukaan.

      Sementara itu pilkada tidak langsung adalah pilkada yang dilakukan secara tidak langsung melainkan melalui DPRD. 

      Seperti yang kita ketahui bahwasanya dalam waktu dekat DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) berencana ingin mengesahkan rancangan undag-undang (RUU) pilkada karena banyaknya permasalahan yang membelit semenjak beberapa tahun terakhir dilakukannya pilkada langsung yang mengutamakan rakyat sebagai aktornya. Dengan demikian banyak yang berkomentar tentang hal ini, mulai dari negative sampai dengan positif atau malah sebaliknya.

      Sebagian mengatakan bahwasanya pilkada tidak langsung ini dapat membentuk kecenderungan para calon kepala daerah untuk membeli suara di DPRD. Sementara Indonesia telah menganut sistem pilkada langsung semenjak Sembilan tahun yang lalu, seharusnya sistem yang telah memiliki sedikit kesalahan itulah yang harus diperbaiki bukan malah harus mngulang sistem yang lama serta mengganti rancangan Undang-undang yang telah ada.

      Berbicara tentang baik dan tidak baik, setuju dan tidak setuju, mungkin setiap orang memiliki pendapat yang berbeda-beda. Saya sendiri sebagai rakyat Indonesia yang masih dalam proses belajar dalam segala hal menyutujui sistem pilkada langsung karena beberapa hal diantaranya :

1. Meminimalisir terjadinya persekongkolan, nepotisme, dan politik uang.

2. Menanamkan nilai keterbukaan, keadilan dan kejujuran kepada rakyat dan dapat memilih secara objektif

3. Menjadikan rakyat sebagai aktor utama berkaitan dengan sistem demokrasi yang ditanamkan oleh Indonesia beberapa tahun lalu

4. Untuk memperbaiki kehidupan demokrasi

5. Mengeliminasi distorsi-distorsi demokrais dalam praktik pilkada sistem perwakilan

6. memperkecil peluang intervensi pengurus partai politik

7. Sebagai sarana membangun basis legitimasi bagi kepala daerah



      Menurut saya bahwa pemilihan tidak langsung atau oleh anggota DPRD itu seolah merupakan langkah mundur. Karena pemilihan secara langsung telah digelar selama beberapa tahun. Kalau pemerintah yang akan merubah rancangan undang-undang tersebut berpendapat untuk mengubah pilkada langsung menjadi tidak langsung adalah ingin meminimalisir money politik yang terjadi di dalamnya menurut saya itu tidak real karena seharusnya pemerintah harus memiliki sanksi yang akan diberikan kepada orang-orang yang bermain dengan politik tersebut, misalnya dengan menerapkan diskualifikasi dengan begitu maka akan timbul efek jera.


Selasa, 07 Oktober 2014.

Komentar

Postingan Populer