Kepulanganku, Tangisku
Kali ini beda, beda banget. Kepulanganku tanpa sambutan
Ummi, Ummi yang biasa menyambutkan digantikan oleh Babah. Kadang kala ini
terlalu jauh rasanya kalau difikir, aku tak mampu memeluk babahku tapi ketika
itu Ummi aku mampu memeluknya. Selangkah ku jalankan kakiku menuju pintu masuk
rumahku, ada Ummi disana yang sedang terbaring haru diatas tempat tidur
ditemani adik-adik serta uwak yang juga sudah tertidur ketika itu.
Tepat pukul 11 malam aku sampai di kampong halamanku setelah
hampir menuntaskan ujian akhirku pada semester tiga. Ummi yang tergeletak
ketika itu langsung ketemui dan kugenggam erat tangannnya “Ummi, awak datang”
tetapi panggilan itu tanpa jawaban. Kupanggil ia sekali lagi, Ummi lama tak
menyahut, ah kufikir Ummi sudah terlelap. Aku berniat untuk membiarkannya, tapi
tiba-tiba ada suara “emm” katanya. Aku yang saat itu masih memegang erat
tangannya lalu menyeka air mata yang menetes dengan tiba-tiba. Ini adalah
situasi yang berbeda, bahkan dalam lamunanku aku tak pernah menginginkan hal
ini terjadi. “Ummi kumohon sembuhlah, lihat aku yang semakin gendut” candaku
dalam hati, bukankah Ummi yang selalu bilang bahwa aku satu-satunya anak Ummi
yang gendut.
Aku dapat melihat kerinduan dimatamu, kerinduan pada anakmu
Mi. Kali ini aku pulang membawa semua resahku yang selama ini kutahan karena
tak bisa pulang menjengukmu, ujian akhir itu menghambatku.
Kulihat kau menggerak-gerakkan tanganmu seraya
memperlihatkannya padaku, tanganmu bengkak Mi. Itu berkat impus yang terlalu
banyak masuk ketubuhmu, kau lalu memintaku mengompres tanganmu. Dengan sigap
aku berjalan ke dapur mencari air panas seraya menghapus air mataku. Aku tak
mampu menahannya. Biarlah malam ini kau
tidur dalam penjagaanku, menggantikan posisi adik-adik yang selama ini telah menemanimu.
Sudah berulang kali kuganti air kompresanmu Mi, karena
sebentar saja airnya mendingin. Biarlah agar kau terlelap dalam mimpi indahmu malam
ini, kau bilang siang tadi kau tak mampu tertidur padahal matamu sangat
mengantuk.
“Eky udah makan” kau akhirnya menanyaiku
“Emm udah Mi tadi di kos” aku mencoba meyakinkannya, padahal
ketika itu aku sangat lapar. Kebiasaanku saat sudah sampai di rumah adalah
menanyaimu “masak apa Ummi hari ini, eky lapar” tapi berbeda dengan malam ini,
aku tak mampu menanyakannya karena aku tahu kau masih menahan sakitmu Mi. Air
mataku menjadi tak berjeda sedari tadi, aku merasa sangat bersalah, mengapa aku
pulang dengan terlambat.
Aku sadar bahwa ketika itu Babah memperhatikanku, tapi aku
seolah tak menangis, kubawakan candaku,
aku tak mau ia terluka ketika melihat air mata yang menetes di pipiku. Tak lama
Babah membentangkan alas tidur dan bantal di dekat Ummi lalu Babah terlelap
dengan dengkurannya. Aku menyadari bahwa babah begitu menyayangi Ummi dan
memenuhi isi hatinya dengan cinta.
Ummi terbangun ketika aku membalik tangannya untuk kukompres
,
“Eky kan capek, eky tidur aja” ujarnya
“Enggak mik, awak gak capek kok, nanti awak tidur” kataku
sambil tersedu-sedu sendirian dengan air tangisku. Lalu aku berlalu, agar ia
tak melihat tangisanku.
Sampai dengan saat aku menulis cerita ini pun, air mata
masih membasahi pipiku. Air mata haru ketika kulihat keluargaku yang sangat
mencintai Ummi.
Ummi beranjaklah dari sakitmu, aku ingin kau sembuh agar aku
dapat menujukkan padamu prestasiku ( lagi ) . I Love you Mom.
Pukul setengah satu dini hari, 16 Januari 2014.
Komentar
Posting Komentar